Selasa, 10 Januari 2012

Memadukan Bangunan Hemat Energi dan Ramah Lingkungan

faktor utama dalam membuat bangunan hemat energi dan ramah lingkungan adalah bahan bangunan mendukung hemat energi. ini masih ada hubungan nya dengan isu pemanasan global, perubahan iklim secara ekstrem.


Bentuk arsitektur bangunan (rumah, gedung) harus berempati, tanggap, dan memberikan solusi. Salah satunya adalah memadukan bangunan (rumah, gedung) yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Bak ibarat tubuh, kita perlu melakukan diet mengurangi kadar kolesterol dalam bangunan dan menjadikan bangunan lebih langsing dan segar yang dapat menyehatkan diri sendiri (kantong tabungan, bangunan, penghuni) dan lingkungan (warga, kota) serta menghindari stroke komplikasi sosial. Untuk itu, kita perlu mengenali pokok-pokok permasalahan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan.

Pembangunan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan harus murah, mudah, dan berdampak luas. Pengembangan kota hijau (green city), properti hijau (green property), bangunan hijau (green building), kantor/sekolah hijau (green school/office), hingga pemakaian produk hijau (green product) terus dilakukan untuk turut mengurangi pemanasan global dan krisis ekonomi global.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).

Bangunan hijau mensyaratkan layout desain bangunan (10 persen), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 persen), pemenuhan energi listrik (30 persen), bahan bangunan (15 persen), kualitas udara dalam (20 persen), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 persen.

Seberapa besar bangunan (rumah, gedung) yang akan dibangun? Cukup adalah cukup. Volume bangunan dijaga agar biaya pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan terkendali dan lebih hemat.


Bangunan dirancang dengan massa ruang, keterbukaan ruang, dan hubungan ruang luar-dalam yang cair, teras lebar, ventilasi bersilangan, dan void berimbang yang secara klimatik tropis berfungsi untuk sirkulasi pengudaraan dan pencahayaan alami merata ke seluruh ruangan agar hemat energi.

Pemanfaatan energi alternatif


Untuk menghemat pemakaian listrik, kita dapat menggunakan lampu hemat energi, mempertahankan suhu AC di 25ยบ C, membuka tirai jendela bila memungkinkan agar terang, dan matikan peralatan elektronik jika tidak diperlukan (bukan posisi stand-by).


Penghuni diajak memanfaatkan energi alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik yang murah dan praktis, serta ditunjang pengembangan teknologi energi tenaga surya, angin, atau biogas untuk bangunan rumah/ gedung.

Penggunaan material lokal justru akan lebih menghemat biaya (biaya produksi, angkutan). Kreativitas desain sangat dibutuhkan untuk menghasilkan bangunan berbahan lokal menjadi lebih menarik, keunikan khas lokal, dan mudah diganti dan diperoleh dari tempat sekitar. Perpaduan material batu kali atau batu bata untuk fondasi dan dinding, dinding dari kayu atau gedeg modern (bambu), atap genteng, dan lantai teraso tidak kalah bagus dengan bangunan berdinding beton dan kaca, rangka dan atap baja, serta lantai keramik, marmer, atau granit. Motif dan ornamen lokal pada dekoratif bangunan juga memberikan nilai tambah tersendiri.

Pemanfaatan material bekas atau sisa untuk bahan renovasi bangunan juga dapat menghasilkan bangunan yang indah dan fungsional. Kusen, daun pintu atau jendela, kaca, teraso, hingga tangga dan pagar besi bekas masih bisa dirapikan, diberi sentuhan baru, dan dipakai ulang yang dapat memberikan suasana baru pada bangunan. Lebih murah dan tetap kuat.
desain rumah seng


Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memerhatikan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 persen ruang terbangun berbanding 30-60 persen untuk ruang hijau untuk bernapas dan menyerap air. Keseluruhan atau sebagian atap bangunan dikembalikan sebagai ruang hijau pengganti lahan yang dipakai massa bangunan di bagian bawahnya. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden) dan dinding dijalari tanaman rambat (green wall) agar suhu udara di luar dan dalam turun, pencemaran berkurang, dan ruang hijau be
rtambah.




Rumah ramah lingkungan bisa direncanakan sejak awal desain rumah dan pembangunan rumah dengan cara memilih dan menggunakan bahan bangunan yang "sustainable" (berkelanjutan) dan ramah lingkungan. Bahan bangunan dapat dikatakan ramah lingkungan bila makin sedikit proses perubahan transformasi (teknologi), tidak merusak (mencemari) lingkungan, dan tidak mengganggu kesehatan manusia yang ikut andil di dalam interaksi terhadap material tersebut.
Bahan bangunan ramah lingkungan juga dapat dinilai dari pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Ini semua dikarenakan bahan bangunan bisa sebagai pencemar udara, pencemar air dan pencemar tanah.

         Pencemaran udara akibat bahan bangunan yang mengganggu kesehatan sering kali disebabkan oleh kesalahan pelaksana pembangunan (arsitek, insinyur dan pemborong) yang sering sekali mereka tidak merasakan akibatnya. Akibat-akibat pencemaran udara ini akan dirasakan oleh: penghuni rumah, tukang (yang bekerja memasang material yang dipilih oleh perencana), buruh pabrik (yang memproduksi bahan bangunan), dan tukang yang kemudian hari membongkar rumah tersebut.
Pencemaran air akibat industri bahan bangunan yaitu berupa limbah cair, oli bekas (transportasi truk), dan sebagainya akan mengurangi sumber air minum yang sehat. Telah kita ketahui bersama bahwa persoalan air minum adalaha masalah yang terbesar untuk masa depan bumi kita.

          Sedang pencemaran tanah yang diakibatkan oleh industri material adalah adanya lalu lintas transportasi bahan bangunan dan timbulnya makin banyak pembangunan rumah. Hal ini menyebabkan akan mengurangi jumlah lahan subur untuk pertanian disamping lahan yang adapun akan tercemar dan menumbuhkan bahan makanan yang tidak sehat bagi manusia.
penggolongannya menurut penggunaan bahan mentah dan tingkat transformasi (perubahan)nya adalah sebagai berikut:
  • Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif)
Seperti bahan bangunan nabati misalnya kayu, rotan, rumbia, alang-alang, serabut kelapa, ijuk, kulit kayu, kapas, kapuk, dan lain-lain.
Adapun bahan bdari hewani seperti kulit binatang, wool dan sebagainya.
Semua bahan bangunan tersebut dapat dibudidayakan kembali misalnya, kayu membusuk atau terbakar menjadi karbon yang pada tanah bisa berfungsi sebagai pupuk pohon kayu generasi berikutnya. Persiapan dan penggunaan bahan bangunan ini dilakukan ditempat pelaksaan bangunan dengan penggunaan energi yang kecil dan dengan tekhnologi (kepandaian) pertukangan yang sederhana.
  • Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali (recycling)
         Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali adalah bahan bangunan yang tidak dapat dihasilkan lagi (regeneratif), akan tetapi karena kebutuhan bahan tersebut dengan persiapan khusus dapat digunakan lagi. Contoh bahan bangunan ini adalah tanah, tanah liat (lempung), tras, kapur, batu kali, batu alam, pasir, dan sebagainya.
  • Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan kembali (recycling dalam fungsi yang berbeda)
         Bahan bangunan ini didapat dari seperti limbah, potongan, sampah, ampas, dan sebagainya dari perusahaan industri. Biasanya material ini dalam bentuk: bahan pembungkus/kemasan (misalnya kardus dan kertas, kaleng bekas, botol bekas, dan sebagainya), mobil bekas (atap mobil bekas, kaca mobil bekas dan sebagainya), ban mobil bekas, serbuk kayu, potongan kain sintetis, potongan kaca, potongan seng dan sebagainya.
Janganlah menganggap remeh bahan bangunan recycling. Dengan kreatifitas desain arsitektur rumah yang tinggi akan menghasilkan karya arsitektur yang bernilai dari segi fisik ataupun maknanya.
Golongan bahan bangunan ini lambat laun akan hilang apabila pembangunan ekologis telah tercapai di dalam masyarakat yang hidup seimbang dengan lingkungan alamnya.
  • Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana
         Bahan bangunan ini disediakan secara industri rumah , seperti misalnya batu bata, genteng tanah liat. Kedua bahan bangunan tersebut berbahan mentah tanah liat yang terdapat dimana saja. Setelah dibentuk tanah liat ini kemudian dibakar. Bahan bangunan ini adalah bahan bangunan tertua yang diciptakan manusia. Proses pembuatan yang sederhana dari batu bata dan genteng biasanya dilakukan oleh rakyat di desa-desa setempat. Sehingga kegiatan ini mendukung peningkatan ekonomi rakyat.

         Sebagai tambahan saya akan memaparkan juga beberapa material yang kurang atau tidak ramah lingkungan. Hal ini akan menjadi makin memperjelas betapa ramah lingkungannya bahan bangunan-bahan bangunan yang telah disebutkan diatas, bahan bangunan ini antara lain:
  • Bahan bangunan komposit
         Adalah merupakan bahan bangunan yang tercampur menjadi satu kesatuan dan tidak dapat dibagi-bagi lagi menjadi bagian bangunan.
Contohnya, batu buatan yang tidak dibakar (batako genteng beton dan conblock) yaitu campuran antara pasir dan semen. Bahan bangunan batu buatan yang tidak dibakar ini meskipun tergolong bahan bangunan komposit dan kurang ramah terhadap lingkungan, material ini biasanya diproses oleh industri rumah yang dimiliki oleh rakyat. Jadi, masih tergolong agak ramah lingkungan.
Contoh lain adalah bahan bangunan yang dilebur (logam dan kaca). Kemudian juga bahan bangunan sebagai pengikat/perekat (semen merah, kapur merah, kapur padam, kapur kering dan semen). Termasuk bahan bangunan komposit seperti beton bertulang, pelat serat (fiber) semen, beton komposit, cat kimia, perekat, dan dempul.
  • Bahan bangunan yang mengalami beberapa tingkat perubahan transformasi
         Ialah bahan bangunan sintetik (plastik). Bahan bangunan sintetik mamakai bahan mentah fosil (minyak bumi, arang atau gas). Dalam proses pembuatannya bahan bangunan sintetik banyak memerlukan energi. Contoh bahan bangunan ini misalnya, pipa air bersih dan kotor dari PVC, lapisan lantai, selang, zat pelengkap cat, peralatan listrik, profil plastik, busa yang elastis, topi pelindung, pelat transparan plastik bergelombang, alat perlengkapan pintu dan jendela, perekat yang tahan cuaca, karet sintetis, bahan penutup celah bangunan, cat kedap air, dan sebagainya.
Bahan bangunan sintetik ini tergolong mengkhawatirkan dalam masalah lingkungan hidup dikarenakan
  • Mengandung zat pelunak yang membahayakan bagi kesehatan manusia (PVC)
  • PVC dan PE yang banyak dipakai bahan bangunan sintetik agak sukar di daur ulang (PVC) dan agak mahal didaur ulang (PE).
  • Pengolahan harus melewati beberapa proses yang ternyata tidak bisa dibalik (irreversible). 
  • Menggunakan bahan baku minyak bumi yang tidak bisa diperbarui. 
  • Dalam pengolahannya banyak membutuhkan energi
 sumber ; 

-Kompas.com, Kamis, 23 Oktober 2008 | 10:16 WIB
NIRWONO JOGA Arsitek Lanskap
- sketsarumah.com

Permasalahan kota hemat energi

pertanyaan mendasar apakah kota hemat energi sama dengan kota hijau?? hmm... ya menurut pendapat saya.. sama.. sama-sama dalam tujuan yang baik dan enak di denger saja..hehe... namun apa yang sebenarnya kita pikirkan tidak seperti apa yang kita bayangkan.. apalagi dalam kenyataan di zaman sekarang ini... kehidupan kota berubah dari zaman ke zaman..
yaa kota hemat energi ada hubungan nya dengan ruang terbuka kota...
  
Kota Hijau Atau Kota Hemat Energi? Solusi Terhadap Global Warming


Global Warming (Pemanasan global) adalah permasalahan yang sedang kita hadapi di dunia saat ini. Dampaknya memberikan efek yang negatif pada bumi, dengan mulai mencairnya es di Kutub Utara, punahnya species hewan dan tumbuhan, juga berakibat pada memburuknya kesehatan manusia. Salah satu penyebabnya adalah pembakaran BBM (Bahan Bakar Minyak) yang merupakan konsumsi terbesar umat manusia di dunia yang dapat mengemisi CO2 dan memicu pemanasan bumi. Penggunaan BBM memang belum bisa tergantikan karena belum siapnya energi alternatif, sementara persediannya mulai menipis dan harganya yang melonjak tinggi.

Dari sekian banyak penggunaannya di seluruh belahan dunia, sebuah kota besar paling banyak konsumsinya dibandingkan dengan wilayah / daerah lain seperti pedesaan, suburbs dll. Bila dipersentasikan, kota memakan lebih dari 70 % energi. Saat ini memang di setiap perkotaan, masyarakatnya mulai disadarkan untuk peduli lingkungan. Sering kita dengar, seperti GO Green, Green City, Green Concept, Green Living, Green Development dan banyak slogan lainnya. Banyak juga diadakan event – event seperti tanam sejuta pohon, green concert, pembagian bibit tanaman gratis dll. Semuanya menyuarakan agar menjaga lingkungan kota tetap hijau.
Walaupun pada prakteknya akan ditemui berbagai kesulitan / hambatan karena banyaknya kepentingan dari berbagai pihak terutama dari sisi komersialitas. Banyak dibangunnya Apartemen, Office, Mal dan pusat perbelanjaan lainnya menunjukkan bahwa porsi hijau yang kita gembor - gemborkan itu tidak sebanding dengan hutan – hutan beton yang terus berdiri setiap tahunnya. Seharusnya, area hijau memiliki tempat yang lebih banyak dalam sebuah kota. Karena hanya pepohonan & tanaman hijau lah yang dapat mengurangi pembakaran BBM atau emisi CO2 di udara.

Dari uraian di atas mungkin dapat sedikit disimpulkan, kita belum bisa membentuk sebuah kota hijau untuk mengatasi global warming. Kita perlu memandang permasalahan tersebut dari sisi yang lain; Seperti dengan menghemat energi BBM ataupun menciptakan energi alternatif. Sehingga mengurangi pembakaran BBM di udara karena minimalnya penggunaan dan lebih menggunakan bahan bakar lain yang lebih ecofriendly atau bersahabat dengan lingkungan.

Jadi lebih tepat kita berusaha untuk membentuk sebuah kota hemat energi daripada sebuah kota hijau untuk mengatasi permasalahan global warming. Walaupun dalam kota hemat energi berupaya meminimalisasi penggunaan energi namun tidak akan mengganggu atau tetap bisa untuk penyelenggaraan aktifitas warga kota. Dalam setiap bagiannya dari sebuah kota, bisa kita ambil beberapa konsep atau strategi untuk membentuk kota hemat energi. Sebuah kota dibagi ke dalam sub - sub seperti warga kota itu sendiri, hunian / rumah tinggal, fasilitas perkotaan (sekolah, rumah sakit, kantor, bangunan publik dll.), transportasi atau akses dan ruang terbuka hijau. Untuk menciptakan konsep kota hemat energi maka perlu dijabarkan dan ditelusuri dari sub – sub kota tersebut di atas.

Pertama, hunian / tempat tinggal / perumahan; ada 3 aspek yang bisa kita ambil, yaitu : Akses masuk ke dalam perumahan. Fenomena yang sekarang terjadi di Indonesia, akses tersebut terlalu jauh ke dalam sehingga warganya harus menggunakan kendaraan bermotor yang tentunya pemborosan BBM sementara itu juga tidak adanya jalur pedestrian yang berselasar / beratap, sehingga warganya lebih memilih untuk menggunaan kendaraan umum. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan kembali dengan membuat akses yang lebih dekat ke dalam perumahan terutama perlu dipikirkan kembali bagi pemerintah maupun pengembang swasta yang membangun perumahan.


Aspek kedua, Orientasi bangunan perumahan. Kondisi perumahan yang ada sekarang, orientasi tidak terlalu diperhatikan. Dengan memperhatikan orientasi bangunan maka akan memaksimalkan perolehan sinar matahari ke dalam rumah dan akan lebih hemat energi karena tidak diperlukan cahaya lampu / listrik di siang hari. Yaitu dengan menghadapkan bangunan ke arah selatan, ruang utama menghadap selatan sementara ruang pendukung menghadap utara.
 
Aspek ketiga adalah penataan bangunan. Perencanaan yang baik dalam sebuah kompleks perumahan sangatlah diperlukan. Warga tidak perlu menggunakan kendaraan hanya untuk membeli kebutuhan rumah yang sangat jauh jaraknya. Oleh karena itu perlu dibuat fasilitas komersial ataupun toko yang jaraknya dekat dengan rumah yang memungkinkan untuk penghuninya berjalan kaki menuju ke sana.
Kedua, Fasilitas perkotaan yang berupa bangunan juga perlu diperhatikan agar dapat menghemat energi yaitu dengan membuat rancangan pasif dengan memperhatikan aspek – aspek sebagai berikut : orientasi bangunan utara – selatan, memanfaatkan cahaya matahari tidak langsung bagi penerangan ruang dalam bangunan, meminimalkan radiasi panas / cahaya matahari langsung dari plafon maupun dari luar bangunan, meminimalkan penggunaan elemen kaca pada bangunan tinggi, mengoptimalkan ventilasi silang (meminimkan penggunaan AC), mengurangi pelapisan permukaan tanah dengan material keras (aspal, beton, dsb.) untuk mengurangi pemanasan lingkungan sekitar bangunan dan beberapa aspek lainnya.

Bangunan hemat energi juga harus didesain sesuai dengan iklim lingkungan setempat, karena dari contoh yang sudah ada, banyak bangunan – bangunan di Indonesia yang banyak menggunakan elemen kaca yang sebenarnya sangat tidak cocok dengan iklim tropis dan dapat mengakibatkan efek rumah kaca yang juga salah satu faktor penyebab global warming. Selain itu, perlu juga disosialisasikan untuk bangunan – bangunan yang menggunakan energi alternatif / energi yang bisa diperbaharui seperti sel surya / cahaya matahari, energi angin atau energi biofuel.

Beberapa fasilitas penunjang dalam sebuah bangunan juga bisa dijadikan aspek hemat energi, seperti pemakaian lampu, eskalator, ataupun lift. Dengan teknologi saat ini, dapat memungkinkan untuk berhemat energi karena adanya sistem canggih yang mapu membuatnya menjadi otomatis. Sehingga akan bisa hidup atau hanya bisa dipakai bila ada sensor manusia yang berada di dalam atau yang sedang beraktifitas di dalam bangunan. Bila tidak terpakai, sistem tersebut akan otomatis mematikan penggunaannya.
Sistem pola grid di kota Milton keynes
gambar diatas>>Rancangan kota Milton Keynes lebih mengacu kepada sistem kota yang lebih menitikberatkan manusianya untuk tidak banyak menggunakan kendaraan bermotor sehingga lebih hemat energi. 
Karakteristik ruang kota ini yaitu ; konsep penataan bangunan dan landscape perkotaan dirancang secara integratif ; sistem garden city yang memusatkan kota taman di sekitar pusat kota ; sebagai kota satelit yang merupakan kota kecil mandiri di tepi sebuah kota besar yang berfungsi sebagai penunjang kebutuhan hidup masyarakat kota. Sebagai kota satelit tentunya kota ini memiliki potensi sebagai penunjang kehadiran kota besar yang merupakan akses menuju kota besar. Apalagi fungsinya sebagai peri urban regions yang sangat menentukan kehidupan perkotaan di masa yang akan datang karena segala bentuk perkembangan fiskal dan fungsional akan terjadi di wilayah ini.

sumber :
organisasi.org/kota-hijau-atau-kota-hemat-energi-solusi-terhadap-global-warming
akucintatehbotol.blogspot.com/2010/09/identifikasi-perkembangan-morfologi.html
 



ruang terbuka KOTA indonesia

saya akan menjelaskan apa itu ruang terbuka kota... apa itu ruang terbuka kota?? yaaa pasti dalam pikiran anda itu tentang TAMAN KOTA..
ya itu termasuk benar... ruang terbuka kota merupakan sebuah taman hijau yang luas, bisa dimanfaatkan bagi warga kota sekitar. seperti di gunakan untuk kegiatan olah raga bersepeda,lari dll.Dilengkapi dengan sebuah kolam dan sungai kecil, patung, jalan-jalan setapak, bangku-bangku taman, ditambah rimbunnya pepohonan.

Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun  waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya.  Dilihat dari sifatnya ruang terbuka bisa dibedakan menjadi ruang terbuka privat (memiliki batas waktu  tertentu untuk mengaksesnya dan kepemilikannya bersifat pribadi, contoh halaman rumah tinggal), ruang terbuka semi privat (ruang  publik yang kepemilikannya pribadi namun bisa diakses langsung oleh masyarakat, contoh Senayan, Ancol)  dan ruang terbuka umum (kepemilikannya oleh pemerintah dan bisa diakses langsung oleh masyarakat tanpa batas  waktu tertentu, contoh alun-alun, trotoar). Selain itu ruang terbuka pun bisa diartikan sebagai ruang interaksi (Kebun Binatang, Taman rekreasi, dll).

taman kota yang terkenal yaitu Central Park di Manhattann New York City.. anda bisa cari info nya di wikipedia atw di mbah google hehe... ^^

central park
Jembatan di Central Park yang dirancang arsitek Calvert Vaux










RUANG TERBUKA HIJAU  (Green Openspaces)

Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat  tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya  pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.

Sejumlah areal  di  perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir  ini,  ruang publik,  telah tersingkir akibat pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola “kontainer” (container  development) yakni bangunan yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke atas saja yang “percaya diri” untuk  datang ke tempat-tempat semacam itu.

Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada.

 

 di Indonesia sendiri cukup banyak ruang terbuka di setiap kota... yang jadi permasalahan nya ruang terbuka di Indonesia banyak yang beralih fungsi..dari taman hujau jadi taman beton (gedung kantor, mall, dll) ini merupakan sebuah ironi... masyarakat butuh sebuah hiburan/suasana baru sperti ada nya mall tempat rekreasi yang modern sedangkan kota membutuhkan taman terbuka.. yaa...ketika alam tak bersahabat kota pun di landa kebanjiran.. akhir nya masyarakat jg yang di rugikan...

 
 naah ini dia dapat info dari mbah google...
Pesepsi masyarakat indonesia terhadap ruang terbuka hijau kota






-.  Kurangnya koordinasi antara sejumlah lembaga administrasi yang bertanggung jawab untuk ruang terbuka hijau kota

b.  -   adanya ketidak jelasan instansi pengelola rekreasi ruang luar, padahal rekreasi ruang luar termasuk dalam bagian dari ruang terbuka hijau kota. Hal ini akan menyulitkan pelaksanaan pengembangan dan pembinaannya

a.       - Pengelolaan pengelolaan lahan memegang peran yang sangat penting sekali dalam pembangunan kota, khususnya kota-kota besar yang mengalami pertumbuhan ekonomi sangat cepat seperti kota Jakarta. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di wilayah ini membawa dampak meningkatnya permintaan akan lahan, baik untuk keperluan kegiatan swasta, pemerintah. Kelemahan dan kendala bagi pemda DKI Jakarta untuk membangun prasarana umum seperti ruang terbuka hijau, terbentur pada ketidakmampuan untuk terlibat secara penuh dalam pembuatan pengelolaan lahan perkotaan yang sangat kompleks. Kurangnya pemahaman terhadap faktor geography, faktor sejarah, faktor sosial budaya yang saling terkait satu dengan lainnya, akan membawa dampak berkurangnya daya tarik, serta kenyamanan kota. Oleh karenanya kemampuan sistem pengelolaan pembangunan khususnya di bidang lahan ruang terbuka hijau akan mempunyai arti dan sifat sangat strategis. 
 
a.       -Ada pendapat bahwa ruang terbuka hijau merupakan lahan cadangan untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan kota yang mendesak. Kebutuhan lahan untuk pembangunan ruang terbuka hijau ini akan mengalami kendala sejalan dengan perkembangan nilai lahan, baik secara sosial maupun ekonomi.
 
KESIMPULAN
            Keberadaan ruang terbuka hijau kota sangat ditentukan oleh perencanaannnya.  Tanggung jawab perencanaan ruang terbuka hijau tersebut idealnya di lakukan bersama antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat. Penelitian ini mencoba menggali aspek-aspek perencanaan ruang terbuka hijau seperti apa yang diharapkan oleh masyarakat.  Untuk membatasi aspek-aspek tersebut maka dilakukan kajian terhadap penelitian sebelumnya yang terkait dengan perencanaan ruang terbuka hijau.  Berdasarkan kajian terdahulu dapat disimpulkan aspek perencanaan ruang terbuka hijau meliputi aspek elemen fisik, ekologis, partisipasi dan keterbukaan. Aspek-aspek tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan kuesioner dan disebarkan pada masyarakat untuk mengetahui pemahaman dan pandangan mereka terhadap aspek perencanaan ruang terbuka hijau di Kota indonesia
            Kejelasan elemen dalam aspek perencanaan menjadi hasil utama penelitian ini Aspek ini meliputi elemen–elemen pendukung dengan urutan terjelas sebagai berikut : elemen ekologi, elemen fisik, keterbukaan dan partisipasi.  Pada  komponen yang lebih rinci elemen ekologi yang berpengaruh meliputi keseimbangan ekologi, pencemaran udara, penurunan kualitas ekologi, fungsi ekologi dan terakhir teknologi.  Sedangkan elemen fisik meliputi penurunan jumlah dan alih fungsi lahan. Pada elemen keterbukaan maka komponen yang nampak jelas adalah perencanan dan informasi.  Terakhir adalah elemen partisipasi yang meliputi birokrasi dan masyarakat. 



 


c